Alkisah, hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan dua orang anak laki-laki (sebut saja si-Sulung dan si-Bungsu). Pada suatu hari, sang Ayah mendadak sakit keras dan diprediksi sudah mendekati ajalnya. Menyadari akan hal ini, sang Ayah pun segera memanggil kedua anak laki-lakinya si-Sulung dan si-Bungsu.
Sesudah mereka berdua bersimpuh didekat Ayah berbaring, sang Ayah pun menyatakan permintaannya kepada mereka. Kalian berdua harus berjanji kepada Ayah, bahwa setelah Ayah meninggal dunia nanti, kalian berdua harus menepati 2 pesan terakhir Ayah. Sambil terisak tangis dan suasana hati yang tidak karuan, Sulung dan Bungsu pun hanya dapat manggut-manggut melihat kondisi Ayahnya yang semakin kritis.
Kedua pesan Ayahnya:
Kedua pesan Ayahnya:
Yang Pertama, kalian harus berjanji kepada Ayah, bahwa setelah Ayah meninggal nanti, kalian berdua TIDAK BOLEH MENAGIH PIUTANG kepada siapapun”. Tidak ada tindakan lain dari Sulung maupun Bungsu dalam menanggapi pesan pertama Ayahnya itu selain mengatakan IYA KAMI BERJANJI dan menganggukkan kepala meski perasaan bingung menghinggapi kedua Anak tersebut.
Yang Kedua, kalian berdua harus berjanji kepada Ayah, bahwa setelah Ayah meninggal nanti, kalian berdua TIDAK BOLEH TERKENA SINAR MATAHARI SECARA LANGSUNG. Semakin bingung-lah mereka terhadap permintaan Ayahnya. Tetapi sekali lagi keadaan lah yang memaksa mereka berdua untuk mengatakan IYA KAMI BERJANJI dan menganggukkan kepala.
Akhirnya, sang Ayah pun meninggal dunia dengan tenang karena telah menyatakan pesannya kepada kedua Anaknya. Prosesi pemakaman pun berlangsung dan kehidupan harus terus berjalan, karena baik Sulung dan Bungsu memiliki Wirausaha yang harus dijalankan sebagai sandaran hidup.
Akhirnya, sang Ayah pun meninggal dunia dengan tenang karena telah menyatakan pesannya kepada kedua Anaknya. Prosesi pemakaman pun berlangsung dan kehidupan harus terus berjalan, karena baik Sulung dan Bungsu memiliki Wirausaha yang harus dijalankan sebagai sandaran hidup.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, Bulan dan Tahun. Tidak terasa 4 tahun telah berlalu sejak kematian sang Ayah. Disinilah mulai tampak perbedaan yang sangat mencolok antara Sulung dan Bungsu. Sang Ibu sebagai orang di “Tengah” pun tanggap akan hal ini. Perbedaan yang paling nyata adalah soal Ekonomi/Keuangan. Sang Ibu merasa iba kepada nasib si-Bungsu yang ekonominya sangat amburadul dan boleh dikatakan mulai Gulung Tikar. Sebaliknya, sang Ibu pun bangga kepada nasih si-Sulung yang boleh dibilang sangat sukses dalam bidang ekonomi.
Tergelitik rasa penasaran, iba dan bangga yang bercampur jadi satu, sang Ibu pun mengunjungi si-Bungsu untuk menanyakan perihal nasibnya:
“Wahai Bungsu, mengapa nasib mu sedemikian malangnya anakku ?”.
Si Bungsu pun menjawab:
“Ini karena Saya menuruti 2 pesan wasiat Ayah. Pertama, Saya DILARANG MENAGIH PIUTANG KEPADA SIAPAPUN. Sedangkan teman, kolega, client, dll tidak berniat untuk mengembalikan hutang mereka jika tidak ditagih, sehingga lama-kelamaan habislah modal Saya, Ibu. Kedua, Ayah melarang Saya untuk KENA SINAR MATAHARI SECARA LANGSUNG, itulah sebabnya pergi dan pulang dari Toko, Saya selalu menggunakan jasa Taxi, karena Saya hanya memiliki sepeda motor, sehingga modal Saya lama-kelamaan habis Ibu”.
Si Bungsu pun menjawab:
“Ini karena Saya menuruti 2 pesan wasiat Ayah. Pertama, Saya DILARANG MENAGIH PIUTANG KEPADA SIAPAPUN. Sedangkan teman, kolega, client, dll tidak berniat untuk mengembalikan hutang mereka jika tidak ditagih, sehingga lama-kelamaan habislah modal Saya, Ibu. Kedua, Ayah melarang Saya untuk KENA SINAR MATAHARI SECARA LANGSUNG, itulah sebabnya pergi dan pulang dari Toko, Saya selalu menggunakan jasa Taxi, karena Saya hanya memiliki sepeda motor, sehingga modal Saya lama-kelamaan habis Ibu”.
Melihat malangnya nasih Bungsu, sang Ibu pun menghibur dengan mengatakan :
“Engkau memang anak yang berbakti, karena kau menepati janjimu kepada Ayah”.
“Engkau memang anak yang berbakti, karena kau menepati janjimu kepada Ayah”.
Kemudian berkunjunglah sang Ibu ke kediaman Sulung. Kali ini suasana berubah 180 derajat. Si Sulung adalah orang yang kaya raya dan sangat makmur ekonominya. Penasaran, sang Ibu pun menanyakan perihal nasibnya :
“Wahai Sulung, mengapa nasibmu sedemikian beruntung anakku?”.
“Wahai Sulung, mengapa nasibmu sedemikian beruntung anakku?”.
Si Sulung pun menjawab: “Ini karena Saya menuruti 2 pesan wasiat Ayah, bu”.
Sang Ibu pun keheranan akan jawaban Sulung dan menanyakan dengan rasa penasaran yang tinggi,
“kok bisa begitu ???”.
Si Sulung pun menjawab :
“Pertama, Saya DILARANG MENAGIH PIUTANG KEPADA SIAPAPUN, oleh karena itu Saya tidak pernah memberikan hutang kepada pelanggan Saya, sehingga modal saya tetap. Kedua, Saya DILARANG KENA SINAR MATAHARI SECARA LANGSUNG, karena Saya hanya memiliki sepeda motor, maka Saya berangkat ke Toko pagi-pagi benar sebelum matahari terbit, dan pulang dari Toko malam benar setelah matahari terbenam, sehingga Semua Customer Saya tahu bahwa toko Saya buka lebih pagi dan tutup lebih malam, sehingga Toko Saya diserbu banyak pelanggan”.
Sang Ibu pun keheranan akan jawaban Sulung dan menanyakan dengan rasa penasaran yang tinggi,
“kok bisa begitu ???”.
Si Sulung pun menjawab :
“Pertama, Saya DILARANG MENAGIH PIUTANG KEPADA SIAPAPUN, oleh karena itu Saya tidak pernah memberikan hutang kepada pelanggan Saya, sehingga modal saya tetap. Kedua, Saya DILARANG KENA SINAR MATAHARI SECARA LANGSUNG, karena Saya hanya memiliki sepeda motor, maka Saya berangkat ke Toko pagi-pagi benar sebelum matahari terbit, dan pulang dari Toko malam benar setelah matahari terbenam, sehingga Semua Customer Saya tahu bahwa toko Saya buka lebih pagi dan tutup lebih malam, sehingga Toko Saya diserbu banyak pelanggan”.
Sang Ibu pun keheranan penuh kekaguman akan jawaban dari si-Sulung.
boleh juga gan buat inspirasi
BalasHapusterus berkarya gan!