Bertahun-tahun yang lalu, di sebuah kampung nelayan yang kecil di Jerman, seorang pemuda mengajarkan kepada dunia tentang pelayanan tanpa pamrih. Karena seluruh kampung tersebut hidup dari indsutri perikanan, sebuah tim penyelamat sukarela sangat diperlukan pada saat darurat. Pada suatu malam angin bertiup dengan kencang, awan tebal bergulung-gulung dan badai yang besar membalikkan sebuah perahu nelayan di laut. Karena terdampar dan mengalami kesulitan, awak perahu tersebut mengirimkan sinyal SOS. Kapten tim perahu dayung penyelamat membunyikan tanda bahaya dan orang-orang kampung tersebut berkumpul di alun-alun dan memandang ke teluk. Pada saat tim penyelamat meluncurkan perahu –perahu dayung mereka dan berusaha menerjang ombak yang ganas, orang-orang kampung tersebut menunggu dengan gelisah di pantai sambil memegangi lampu untuk menjadi tanda jalan kembali ke darat.
Dua jam kemudian, perahu penyelamat muncul menembus kabut dan orang-orang kampung yang gembira berlari menyambut mereka. Para sukarelawan terjatuh di pasir karena kelelahan. Mereka melaporkan bahwa perahu penyelamat tidak bisa lagi memuat lebih banyak penumpang dan mereka terpaksa meninggalkan salah seorang di belakang. Tambahan satu penumpang saja pasti akan membalikkan perahu penyelamat sehingga semua akan hilang di telan laut yang ganas.
Dengan kalut, kapten menyuruh sebuah tim sukarelawan yang lain untuk mencari satu-satunya orang yang masih selamat tersebut di tengah laut. Dom, seorang pemuda berumur enam belas tahun, melangkah maju. Ibunya dengan cepat memegangi tangannya dan berkata, “Jangan pergi. Ayahmu mati di dalam sebuah kecelakaan kapal sepuluh tahun yang lalu dan kakakmu, Paul, telah hilang di laut selama tiga minggu. Dom, tinggal kamu satu-satunya yang ibu miliki.”
Dom menjawab, “Bu, aku harus melakukannya. Bagaimana kalau setiap orang mengatakan, “Saya tidak bisa, biar orang lain saja yang melakukannya? Bu, inilah saatnya bagiku untuk melakukan tugasku. Kalau panggilan pelayanan datang, kita semua harus menerima giliran kita dan melakukan apa yang menjadi bagian kita.” Dom mencium ibunya, bergabung dengan tim tersebut, dan sebentar kemudian lenyap ditelan kegelapan malam.
Dua jam berlalu, yang bagi Ibu Dom terasa sebagai keabadian. Akhirnya, perahu tim penyelamat tiba-tiba muncul di kegelapan kabut dan Dom berdiri tegak di haluan kapal. Dengan melipat tangannya, kapten bertanya kepadanya, “Apakah kalian berhasil menemukan orang itu?” Dom tidak bisa lagi mengontrol emosinya dan dengan penuh suka cita dia menjawab, “Ya, kami menemukannya. Katakan kepada ibuku bahwa yang kami temukan adalah Paul, kakak ku!”
Dan Clark
0 Response to "Penyelamatan di Laut"
Posting Komentar
Komentar yang mengandung Link Aktif, Promosi Iklan, akan dimasukkan ke folder SPAM!